12.1.17

Learn - Berkebun Organik



Beberapa tahun lalu jalan-jalan naik gunung dan nekat main ke perkebunan untuk cari tanaman herba.

Agatho Farm diinisiasi pada tahun 1984 untuk mengembangkan metode perkebunan lokal oleh seorang pastur misionaris Agato Elsener, yang sangat terinspirasi oleh buku 'One Straw Revolution' oleh Masanubo Fukuoka. Bukunya bercerita banyak mengenai mempercayai alam untuk bekerja dan kita manusia menghargai alam dengan menuai kebaikannya. Kalau yang sudah baca pasti tercerahkan dan ingin mencoba perma culture.

Pater Agatho adalah cucu kandung dari founder dan pemilik pabrik Victorinox Swiss Army, Carl Elsener. Namun beliau memilih jalan untuk menjadi misionaris untuk membantu perkembangan sosial budaya masyarakat Dayak dan mengabdi selama 20 tahun di Senggau, Kalimantan. Kemudian setelah itu Pater Agatho mewujudkan perkebunan organisnya dengan misi lain untuk menjauhkan ketergantungan manusia dari pengaruh pestisida.

Agatho Farm melanjutkan misinya dan menjadi salah satu pionir perkebunan organik di Indonesia pada masanya, hingga membentuk sebuah yayasan bernama Bina Sarana Bakti. Pada kunjungan saya tahun 2015 Pater Agatho sudah menghabiskan hari tuanya kembali ke Swiss, baru-baru ini saya menemukan kabar bahwa Pater Agatho telah berpulang dengan damai pada bulan Agustus 2016.

Dari sekedar jalan-jalan iseng untuk belanja tanaman herba, hari itu saya menemukan banyak sekali pembelajaran yang mengubah pandangan hidup saya untuk mulai menanam makanan sendiri.








Perjalanan menurun sudah disambut oleh terasering perkebunan..








Ini bagian yang butuh banyak air seperti kangkung, bayam dan lain-lain.



Semua yang tumbuh disini rata-rata bisa dimakan. Bahkan tanaman pelengkap di sekitar kebun. Dari jagung, pisang, talas semuanya ada.



Di bagian jalan setapak ditebar daun mint sebagai tutupan tanah, sambil jalan sambil wangi daun mint wowwww.



Ini bagian yang terlindung dari hujan. Khususnya tanaman yang lebih baik tidak terkena air hujan seperti tomat, kale, cabai.





Selada ditemani daun bawang.



Ini kumpulan tanaman herba yang saya cari-cari. Banyak sekali jenisnya mulai dari mint, basil, sereh, rosemary, sage, banyak juga tanaman obat seperti kumis kucing, stevia, lavender, sambung nyawa, dan lain-lain. Yang saya bawa dua tahun lalu beberapa masih ada sampai sekarang.



Di tembok ini ada bayam jepang yang tumbuh liar. Disebut juga bayam malabar. Waktu itu Pak Dedi dari BSB kasih sebatang untuk saya bawa pulang. Numbuhnya gampang, tapi suka bingung dimasak  apa.



Ada juga genk caysim dan kailan. Semuanya organik tanpa pestisida, tumbuh besar dan segar. Dimakan lebih manis dan enak.


Lalu ke pojokan favorit saya di perkebunan ini.



ROOFTOP PEMBIJIAN!

Adalah satu loteng yang digunakan khusus untuk menanam semua sayur yang mereka produksi. Bedanya apa yang ditanam disini dibiarkan sampai tumbuh bunga dan buah, lalu buah juga dibiarkan hingga tua agar bisa disimpan bijinya untuk ditanam lagi.



Waaaaaaaah! Faktanya alam pun melakukan hal ini dengan sendirinya bahkan sampai menuai dan menyemai. Tapi di sini seperti mempersilahkan alam melakukan pekerjaannya, namun dibantu pengaturannya agar bisa digunakan sebaik mungkin oleh manusia.






Suka suka suka suka suka suka suka suka suka suka suka. Melihat ruang sekitar 2 x 3 meter yang dimanfaatkan khusus, sebagai sumber makanan banyak orang. Dengan bermacam jenis bunga dan buah, sekaligus hewan-hewan serangga yang membantu semua proses ini.





Ini kailan loh. Bagus ya bunganya! Cantik kan.. Jadi sebenarnya buat apa juga susah-susah cari edible flowers untuk hias makanan. Padahal bunga sayuran itu sendiripun sudah cantik dan pasti bisa dimakan.





Nah tanaman buah seperti oyong begini dibiarkan super besar dan sampai matang, kalau sudah kering baru dapat diambil bijinya.



Kalau yang ini selada merah. Dia tumbuh tinggi dan jadi semak berbunga begini. Lalu nanti dari serbuk bunga itu bisa diambil biji-bijian untuk jadi tanaman baru. Dari satu tanaman ini bisa tumbuh beribu-ribu selada air yang baru.






Kalau ini daun ketumbar, yang kalau beli harganya pasti mahal, ada juga parsley atau peterseli, dan dill yang gak mudah dicari di pasar tradisional.



Laluuuu semuanya masuk ke penyimpanan botol seperti iniiiii.



Saya pun belajar yang paling baik untuk menyimpan bibit adalah botol beling yang gelap agar terjaga dari udara dan sinar matahari, suhunya pun juga tetap sehingga menghindari terjadinya pembibitan. Bibit juga ada masa kadaluarsanya dari 6 bulan sampai setahun tergantung jenis dan cara penyimpanannya.



Ini ibu yang bekerja khusus di bagian pembibitan, dia sedang menimbang bibit yang saya beli, sambil berbagi ilmunya dengan saya dan gak capek menjawab segala macam pertanyaan saya. Sungguh ramah.



Ini bibit yang saya bawa pulang dan masih banyak sampai sekarang. Saya dikasih lebih dan ada gratisannya. Tapi yang mana aja, itu rahasia.





Sudah sore dan sebelum pulang saya merekam baik-baik pemandangan ini di mata saya.
Semoga akan tetap begini dalam waktu lama sampai suatu hari saya kembali.

0 comments:

Copyright © 2014 Natanoja