13.1.17

Cook - Nasi Kembang Kol



Selamat Tahun Baru 2017..

Resolusi tahun ini adalah menetapkan resolusi untuk tahun 2018. Karena saya tipe orang yang butuh waktu panjang untuk berpikir. 

Tapi kalau ada yang ingin diusahakan, tentu saja ingin lebih sehat. Saya percaya dengan ucapan "Kita adalah apa yang kita makan." Karena sukanya makan yang asam-asam, itu terlihat jelas di wajah saya. Asem.

Lama-lama pun bosan dengan sayur asam.

Juga pun saya percaya untuk pola makan yang sehat dibutuhkan niat yang kuat. Terutama untuk memasak, karena yang sehat-sehat itu kalo gak masak jadinya mahal.

Akhirnya tertantang untuk coba masak sesuatu yang sehat, tapi enak dan gak terlalu mahal.

Salmon mahal sih. Tapi lumayan sih kalo lagi diskon.. dibanding makan di restauran.. boleh lah coba-coba masak sendiri...



Bumbuin dulu potongan salmonnya pakai garam dan lada hitam.



Lumat kembang kol dengan blender atau food processor, 6-8 bonggol kecil, jadinya seperti ini.



Lalu dipanggang kering di atas wajan.



Aduk-aduk sampai setengah matang dan empuk. Bumbui dengan garam sedikit. Ini sudah jadi lho!



Tuang minyak zaitun di wajannya, agak banyak karena kita pengen salmon yang luarnya garing.



Bagian bawahnya harus kena minyak semua agar gak lengket. Lalu diamkan agak lama, jangan dibalik. Percaya pada alam semesta.



Nah karena kurang percaya pada alam semesta, jadinya kurang garing kayak begini. harusnya bisa lebih coklat dan crispy. Kalau sudah dibalik tahan lagi sampai bagian dalamnya kelihatan matang.
Lalu sisihkan dan diamkan biar lanjut proses memasaknya.



Lalu kita bikin sausnya. Potong-potong semua bahan di atas.
Pertama pakai minyak zaitun tumis bawang putih dan bawang merah, lalu tuang cacahan tomat dan bumbui dengan lada hitam dan garam.



Lalu tuang cacahan daun parsley.



Setelah semua sudah layu dan menyatu, tambah beberapa capers.



Kalau semua sudah disatukan jadinya kayak begini.



Bagus ya.. piringnya. Hahaha.
Tapi bener bagus kan piringnya, asli buatan Cigadung keluaran Kandura. Gemes!



Kalau suka, bisa dikasih cilantro segar alias daun ketumbar.





Enaknya dimakan hangat-hangat, jangan kebanyakan difoto nanti keburu dingin.





Lumayan.. lumayan.. masak sendiri, abisin sendiri, abis itu kurang kenyang tapi males masak lagi.

12.1.17

Learn - Berkebun Organik



Beberapa tahun lalu jalan-jalan naik gunung dan nekat main ke perkebunan untuk cari tanaman herba.

Agatho Farm diinisiasi pada tahun 1984 untuk mengembangkan metode perkebunan lokal oleh seorang pastur misionaris Agato Elsener, yang sangat terinspirasi oleh buku 'One Straw Revolution' oleh Masanubo Fukuoka. Bukunya bercerita banyak mengenai mempercayai alam untuk bekerja dan kita manusia menghargai alam dengan menuai kebaikannya. Kalau yang sudah baca pasti tercerahkan dan ingin mencoba perma culture.

Pater Agatho adalah cucu kandung dari founder dan pemilik pabrik Victorinox Swiss Army, Carl Elsener. Namun beliau memilih jalan untuk menjadi misionaris untuk membantu perkembangan sosial budaya masyarakat Dayak dan mengabdi selama 20 tahun di Senggau, Kalimantan. Kemudian setelah itu Pater Agatho mewujudkan perkebunan organisnya dengan misi lain untuk menjauhkan ketergantungan manusia dari pengaruh pestisida.

Agatho Farm melanjutkan misinya dan menjadi salah satu pionir perkebunan organik di Indonesia pada masanya, hingga membentuk sebuah yayasan bernama Bina Sarana Bakti. Pada kunjungan saya tahun 2015 Pater Agatho sudah menghabiskan hari tuanya kembali ke Swiss, baru-baru ini saya menemukan kabar bahwa Pater Agatho telah berpulang dengan damai pada bulan Agustus 2016.

Dari sekedar jalan-jalan iseng untuk belanja tanaman herba, hari itu saya menemukan banyak sekali pembelajaran yang mengubah pandangan hidup saya untuk mulai menanam makanan sendiri.








Perjalanan menurun sudah disambut oleh terasering perkebunan..








Ini bagian yang butuh banyak air seperti kangkung, bayam dan lain-lain.



Semua yang tumbuh disini rata-rata bisa dimakan. Bahkan tanaman pelengkap di sekitar kebun. Dari jagung, pisang, talas semuanya ada.



Di bagian jalan setapak ditebar daun mint sebagai tutupan tanah, sambil jalan sambil wangi daun mint wowwww.



Ini bagian yang terlindung dari hujan. Khususnya tanaman yang lebih baik tidak terkena air hujan seperti tomat, kale, cabai.





Selada ditemani daun bawang.



Ini kumpulan tanaman herba yang saya cari-cari. Banyak sekali jenisnya mulai dari mint, basil, sereh, rosemary, sage, banyak juga tanaman obat seperti kumis kucing, stevia, lavender, sambung nyawa, dan lain-lain. Yang saya bawa dua tahun lalu beberapa masih ada sampai sekarang.



Di tembok ini ada bayam jepang yang tumbuh liar. Disebut juga bayam malabar. Waktu itu Pak Dedi dari BSB kasih sebatang untuk saya bawa pulang. Numbuhnya gampang, tapi suka bingung dimasak  apa.



Ada juga genk caysim dan kailan. Semuanya organik tanpa pestisida, tumbuh besar dan segar. Dimakan lebih manis dan enak.


Lalu ke pojokan favorit saya di perkebunan ini.



ROOFTOP PEMBIJIAN!

Adalah satu loteng yang digunakan khusus untuk menanam semua sayur yang mereka produksi. Bedanya apa yang ditanam disini dibiarkan sampai tumbuh bunga dan buah, lalu buah juga dibiarkan hingga tua agar bisa disimpan bijinya untuk ditanam lagi.



Waaaaaaaah! Faktanya alam pun melakukan hal ini dengan sendirinya bahkan sampai menuai dan menyemai. Tapi di sini seperti mempersilahkan alam melakukan pekerjaannya, namun dibantu pengaturannya agar bisa digunakan sebaik mungkin oleh manusia.






Suka suka suka suka suka suka suka suka suka suka suka. Melihat ruang sekitar 2 x 3 meter yang dimanfaatkan khusus, sebagai sumber makanan banyak orang. Dengan bermacam jenis bunga dan buah, sekaligus hewan-hewan serangga yang membantu semua proses ini.





Ini kailan loh. Bagus ya bunganya! Cantik kan.. Jadi sebenarnya buat apa juga susah-susah cari edible flowers untuk hias makanan. Padahal bunga sayuran itu sendiripun sudah cantik dan pasti bisa dimakan.





Nah tanaman buah seperti oyong begini dibiarkan super besar dan sampai matang, kalau sudah kering baru dapat diambil bijinya.



Kalau yang ini selada merah. Dia tumbuh tinggi dan jadi semak berbunga begini. Lalu nanti dari serbuk bunga itu bisa diambil biji-bijian untuk jadi tanaman baru. Dari satu tanaman ini bisa tumbuh beribu-ribu selada air yang baru.






Kalau ini daun ketumbar, yang kalau beli harganya pasti mahal, ada juga parsley atau peterseli, dan dill yang gak mudah dicari di pasar tradisional.



Laluuuu semuanya masuk ke penyimpanan botol seperti iniiiii.



Saya pun belajar yang paling baik untuk menyimpan bibit adalah botol beling yang gelap agar terjaga dari udara dan sinar matahari, suhunya pun juga tetap sehingga menghindari terjadinya pembibitan. Bibit juga ada masa kadaluarsanya dari 6 bulan sampai setahun tergantung jenis dan cara penyimpanannya.



Ini ibu yang bekerja khusus di bagian pembibitan, dia sedang menimbang bibit yang saya beli, sambil berbagi ilmunya dengan saya dan gak capek menjawab segala macam pertanyaan saya. Sungguh ramah.



Ini bibit yang saya bawa pulang dan masih banyak sampai sekarang. Saya dikasih lebih dan ada gratisannya. Tapi yang mana aja, itu rahasia.





Sudah sore dan sebelum pulang saya merekam baik-baik pemandangan ini di mata saya.
Semoga akan tetap begini dalam waktu lama sampai suatu hari saya kembali.

Copyright © 2014 Natanoja