Throwback - Carita Dua Tahun Lalu
Sulit untuk menulis content yang bikin kurang 'content' ini. Setelah kejadian Tsunami Desember kemarin hati saya terus bersedih tidak hanya untuk para korban, juga karena keluarga punya kenangan kuat dengan Pantai Carita dan sekitarnya. Tapi karena tanggalnya kebetulan pas jadi sekalian berbagi saja ya.
Di Carita ini berbelas tahun papa dan mama selalu kembali untuk melakukan perjalanan bersantai dan memancing. Semua titik pemancingan dari Ujung Kulon sampai Krakatau sudah dijelajahi siang-malam di atas kapal, mama pun dengan senang menemani demi papa menjalani hobinya.
Tepat dua tahun lalu Januari 2017, 100 hari setelah meninggalnya mama, bersama papa dan kakak yang membantu merawat mama kami kembali ke tempat ini. Kami sudah lama absen karena keadaan mama, tapi saat tiba semuanya tetap terasa sama, pantai dengan karang panjang yang membuat ombak laut menjadi tenang. Pohon kelapa yang melambai dan kehidupan yang santai.
Setelah minum kelapa muda segar dari pohonnya, kami pun kembali di warung makanan laut kesukaan kami. Di Carita ini banyak sekali yang jual otak-otak ikan. Ikannya sungguh terasa dan harganya juga tidak mahal, satunya sekitar 2500 perak saja. Di warung ini juga kita bisa pilih ikan, udang dan kepiting lalu dimasak sesuai kemauan kita. Sayur dan nasi dinikmati sebagai bonus.
Esok paginya request ke papa untuk ajak saya ke Panimbang, satu daerah di Pandeglang.
Panimbang ini pertemuan muara laut dan sungai, tempat nelayan berlabuh.
Di sini ada pasar dan para pengepul yang menjual hasil laut segar.
Request saya saat itu minta diturunkan ilmu untuk memilih dan belanja ikan dan hasil laut yang segar. Nah inilah yang ingin dibagikan di sini. Semoga berguna ya.
Jadi ada yang menjual hasil laut segar maupun beku. Untuk udang-udang besar di sana kebanyakan dibekukan karena mereka kebanyakan datang dari peternak, kalaupun dari laut harus langsung dibekukan agar dagingnya tidak rusak. Karena kebanyakan juga yang berbelanja adalah restaurant dan tempat usaha jadi mereka lebih memilih cara ini untuk menjamin kualitasnya.
Sedangkan hasil laut yang lain lebih banyak dibeli disajikan segar dan diumbar menggoda mata.
Untuk memilih ikan yang segar dilihat pertama dari matanya. Yang segar adalah yang warna hitam dan bening. Kalau ada warna merah berarti ikannya kurang segar yah.
Nah contoh di yang di bawah ini adalah ikan yang segar. Bentuk matanya pun masih cembung, bisa diintip insangnya juga yang segar itu warnanya merah cerah bukan kusam.
Sedangkan untuk kerang, penting untuk pilih yang masih hidup. Baunya tidak busuk, dagingnya masih cerah di dalam cangkang, dan cangkangnya tidak terbuka lebar, lebih bagus lagi kalau tertutup. Saat dimasak nanti dia akan terbuka sendirinya.
Udang dan Kepiting termasuk dalam Crustacea, jadi dalam keadaan segar cangkangnya masih kencang, kepala udang dan kaki-kakinya masih utuh. Warnanya tidak pucat dan tidak bau busuk.
Begini cara bedakan kepiting jantan dan betina, kalau pada perutnya ada pola U yang lebar itu adalah kepiting perempuan, kalau polanya V tajam adalah kepiting jantan. Kalau jantan biasanya cangkongnya besar dan dagingnya lebih banyak. Sedangkan betina dicari karena telurnya dan dagingnya juga lebih manis. Info dari orang-orang di Panimbang, sejak jaman Bu Susi sekarang kepiting betina bertelur ketat tidak boleh dijual karena dikhawatirkan populasinya akan semakin dikit.
Nah sekarang cara mengolahnya.
Kepala udang boleh dibiarkan tapi kotoran di punggungnya, harus dibersihkan.
Kalau beli kepiting pasti diikat karena dijual dalam keadaan hidup. Kalau kata papa manusia yang salah tapi mereka yang diikat. OK pa.
Setelah talinya diputus cara pegang harus dari belakang biar dia gak cubit-cubit.
Lalu begini cara menikamnya. Sudah diikat ditikam pula. Ucapkan maaf dan terima kasih ya.
Dan jangan makan berlebih.
Begini cara kami rebus kepiting, udang dan kerang.
Panaskan mereka dalam wajan, kalau wajan sudah panas tuang air sedikiit saja jangan sampai menutupi, lalu tutup wajannya dan biarkan paling lama 5 menit. Ini cara favorit makan hasil laut segar, tidak suka pakai terlalu bumbu karena rasa aslinya sudah lezat.
Tinggal colek sambal saja. Kalau kami suka rebus dengan air soda/sprite agar lebih manis.
Lalu ada tips tambahan, waktu itu kami numpang panen belimbing wuluh dari tetangga yang waktu itu sedang ranum-ranumnya. Ini pas sekali dibikin sambal coelan.
Mungkin satu mangkuk sambal butuh sekitar 6-8 wuluh besar.
Kalau sudah begini tidak perlu tambah jeruk maupun air.
Lalu bahan sambah seperti biasa, bawang putih, merah, kunyit, jahe.
Ulek semua lalu ulek padu belimbing wuluh sebelum dipindah ke mangkuk.
Pun enak kalau kita bikin sambal matah untuk dihidangkan bersama.
Kalau orang indonesia daging bisa sederhana tapi sambal harus istimewa.
Lalu, dua tahun kemudian.
Rasanya sedih sekali di sini berbagi foto dua tahun kemudian, cobek yang sama dipakai buat sambal wuluh waktu itu, cobek kesukaan mama, sekarang sudah jadi puing-puing sisa tsunami.
Saya tidak ingin banyak menulis tentang musibah ini.
Yang saya tahu, banyak korban yang lebih mengalami kehilangan dibanding kami.
Dibanding mereka, kami sangat sangat beruntung.
Dengan penerimaan dan perasaan itu pun saya tetap bersedih jika mengingat tempat ini.
Begitu banyak kenangan, tempat ini sudah menjadi rumah bagi saya.
Sampai sekarang pun kami belum tau kapan kami bisa kembali ke sana, dan untuk apa.
Tidak terbayang mereka yang harus kehilangan anggota keluarga, belum lagi yang masih trauma.
Saya tidak punya tanggapan apa pun mengenai bencana alam. Apa yang harus dipikirkan, apa yang harus dilakukan. Tidak ada yang bisa mengatur perasaan atas kehilangan.
Semua pertanyaan mungkin suatu hari akan terjawab, mungkin juga tidak. Tapi saya terus berdoa.
Semoga mereka yang mengalami kesulitan,
dapat menemukan keikhlasan dan mungkin suatu hari bisa memaafkan alam.
0 comments:
Post a Comment